Setiap dua tahun sekali, bulan Agustus menjadi saksi ketika Desa Pangkah Wetan, Kecamatan Ujung Pangkah, Gresik, berubah menjadi panggung megah untuk Festival Nelayan Muara Bengawan Solo. Lokasinya berada di depan kantor Nelayan Muara Bengawan Solo, jalan Tajung Rejo, RW 013 RT 002, dengan suasana yang semakin hidup di sekitar Tempat Pelelangan Ikan (TPI).
Acara ini mengusung dua kegiatan utama, yakni perlombaan perahu hias dan perlombaan perahu dayung. Dihadiri oleh peserta dari 33 perahu atau lebih, festival ini menjadi wujud kolaborasi antara organisasi nelayan Pangkah Wetan dan pemerintah desa. Puncak festival diakhiri dengan doa bersama setelah kedua perlombaan tersebut.
Dengan penuh semangat, festival ini tidak luput dari kendala. Jumlah anggota yang terbatas pada awalnya dan keterbatasan anggaran menjadi tantangan. Pembuatan satu perahu membutuhkan dana sekitar 5 juta rupiah, dan dengan minimal 33 perahu yang berpartisipasi, dana yang diperlukan sangat signifikan.
Peserta perlombaan dayung bukan hanya berasal dari desa Pangkah Wetan, tetapi juga dari nelayan se-Kabupaten Gresik dengan perkiraan 34 organisasi yang berpartisipasi. Penjurian perlombaan ini tidak main-main, melibatkan wartawan dari beberapa stasiun televisi nasional seperti TransTV, Trans7, Indosiar, dan TVNews.
Respon masyarakat terhadap festival ini sangat positif. Suara drumband memenuhi udara, membuat masyarakat berjejer di depan rumah dan tepi jalan. Untuk menjaga keamanan, kehadiran Linmas tidak terhindarkan. Festival ini bukanlah acara terbatas, melainkan terbuka untuk masyarakat setempat maupun dari luar desa. Beberapa desa diundang secara khusus, seperti Legowo, Mengare, Asam Papak, Randu Boto, dan lain-lain.
Acaranya berlangsung selama satu hari penuh, dimulai dari persiapan jam 8 pagi hingga perlombaan dayung dimulai jam 9 pagi sampai jam 12 siang. Setelah istirahat singkat selama 30 menit, dilanjutkan dengan perlombaan perahu hias. Sistem lomba dayung adalah gugur, dengan satu perahu diisi oleh lima orang. Persiapan peserta mencakup jaket apung, sarung tangan, dan perlengkapan keselamatan lainnya, mengingat potensi risiko tenggelam.
Referensi dari artikel terkait mengungkapkan lebih banyak nuansa keseruan festival, terutama dalam kreativitas perahu hias yang memperindah Sungai Bengawan Solo. Kepala Desa Pangkah Wetan, Syaifullah Mahdi, menjelaskan bahwa festival ini bukan hanya perayaan semata, tetapi juga bentuk kegembiraan dan syukur nelayan terhadap hasil tangkapan ikan yang melimpah.
Di sisi lain, sebuah lomba dayung yang digelar oleh Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Gresik menghadirkan perlombaan yang lebih serius. Peserta bukan atlet profesional, melainkan nelayan dari berbagai kecamatan di Gresik, menunjukkan semangat kebersamaan dan syukur atas hasil tangkapan melimpah. Lomba ini juga menjadi sarana untuk mempererat hubungan di antara para nelayan.
Dengan segala keceriaan, semangat persatuan, dan kekreatifan yang dihadirkan oleh Festival Nelayan Muara Bengawan Solo, acara ini tidak hanya merayakan tradisi nelayan, tetapi juga menjadi peristiwa yang memperkaya dan mempererat ikatan budaya dalam masyarakat setempat. Diharapkan, festival ini tetap menjadi bagian dari warisan budaya yang terus dijaga dan dirayakan di masa-masa mendatang.